Bangka Belitung, Kompas86.id
Dalam upaya meningkatkan kesadaran hukum dan mengatasi fenomena perundungan di kalangan mahasiswa, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kepulauan Bangka Belitung menggelar kegiatan Penyuluhan Hukum di Universitas Pertiba pada Senin (23/09/2024). Acara ini digelar sebagai bagian dari peringatan Hari Sarjana Nasional dengan tema “Tingkatkan Kesadaran dan Kepatuhan Hukum, Hindari Perundungan di Pendidikan Tinggi Kedokteran dan Pendidikan Tinggi Lainnya”. Senin (23/9/2024).
Kegiatan dibuka oleh Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenkumham Babel, Harun Sulianto, yang membacakan sambutan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Prof. Dr. Widodo Eka Tjahjana, S.H., M.H. Dalam sambutannya, beliau menekankan pentingnya perhatian terhadap kasus perundungan yang marak terjadi di perguruan tinggi, khususnya di fakultas kedokteran.
Belakangan ini, masyarakat dikejutkan oleh berita tentang mahasiswa yang menjadi korban perundungan di program pendidikan dokter spesialis di salah satu universitas negeri.
Kasus-kasus seperti ini bukan hanya mengganggu proses belajar mengajar, tetapi juga menimbulkan dampak psikologis yang mendalam bagi para korban.
“Perundungan di dunia pendidikan adalah fenomena yang mengkhawatirkan dan perlu penanganan serius dari berbagai pihak,” ungkap Harun.
Ia menekankan bahwa perundungan dapat mengganggu perkembangan mental, emosional, dan sosial peserta didik, sehingga diperlukan sinergi antara orang tua, tenaga pengajar, dan masyarakat untuk mengatasi masalah ini.
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan hukum kepada mahasiswa sebagai tindakan pencegahan terhadap kasus perundungan di masa depan.
Data dari Kemendikbudristek mencatat sekitar 520 laporan perundungan yang masuk dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia pada tahun 2023. Angka ini menunjukkan bahwa praktik perundungan/bullying di lingkungan akademik merupakan masalah kompleks yang harus ditangani secara serius.
Sebuah survei oleh Asosiasi Pendidikan Tinggi Indonesia pada tahun 2022 menyatakan bahwa satu dari lima mahasiswa mengaku pernah mengalami perundungan. Dari jumlah tersebut, 34% melaporkan mengalami perundungan verbal atau psikologis, sementara 16% mengalami perundungan fisik atau seksual.
“Angka ini menunjukkan betapa pentingnya lingkungan pendidikan yang aman dan bebas dari bullying,” ujar Harun.
Kepala BPHN juga menekankan bahwa perundungan merusak suasana yang seharusnya mendukung perkembangan intelektual dan sosial. Oleh karena itu, sinergi antara institusi pendidikan, pemerintah, dan masyarakat sangat diperlukan untuk menciptakan kebijakan yang menolak segala bentuk perundungan.
Dalam konteks ini, hadirnya Organisasi Bantuan Hukum merupakan langkah konkret pemerintah untuk melindungi hak konstitusional setiap orang. Setiap individu berhak mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagai bagian dari perlindungan hak asasi manusia.
Rektor Universitas Pertiba, Dr. Suhadi, dalam kesempatan tersebut menyoroti tragedi yang terjadi akibat perundungan, termasuk kasus bunuh diri yang dialami beberapa mahasiswa.
“Kita harus memastikan bahwa generasi mendatang menjadi tulang punggung bangsa yang memiliki integritas. Kita tidak boleh mengabaikan asas kepatutan dalam kehidupan intelektual,” ujar Suhadi.
Beliau juga mengingatkan mahasiswa tentang pentingnya menjaga pikiran, lisan, tangan, dan langkah.
Empat hal ini diharapkan dapat membantu mahasiswa untuk lebih berhati-hati dan bijak dalam berinteraksi dengan orang lain, serta menghindari tindakan yang dapat merugikan orang lain.
Salah satu narasumber pada penyuluhan ini, Penyuluh Hukum Muda Kanwil Kemenkumham Babel, Sudihastuti, menjelaskan secara mendalam mengenai perundungan.
Materi yang disampaikan mencakup pengertian perundungan, dampak negatifnya, peran institusi pendidikan dalam menangani perundungan, serta tindakan hukum yang dapat diambil terhadap pelaku perundungan.
“Kita perlu membangun kesadaran hukum di kalangan mahasiswa agar mereka dapat mengenali dan mencegah perilaku perundungan. Lingkungan kampus harus menjadi tempat yang aman bagi semua orang,” tegas Sudihastuti.
Kegiatan ini dihadiri oleh 100 mahasiswa dari berbagai fakultas di Universitas Pertiba, termasuk Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, dan Fakultas Sains dan Informatika.
Selain di Universitas Pertiba, penyuluhan hukum serentak juga digelar di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung.
Kegiatan ini menunjukkan komitmen bersama dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman.
Dalam penutupan, Harun Sulianto mengingatkan bahwa perundungan bukan hanya masalah individu, tetapi juga tanggung jawab bersama.
“Kami berharap kegiatan ini dapat meningkatkan kesadaran dan kepatuhan hukum di kalangan mahasiswa. Dengan demikian, kita dapat mencegah perundungan dan menciptakan budaya yang saling menghargai di dalam kampus,” katanya.
Kegiatan penyuluhan hukum ini bukan hanya sekadar acara formal, tetapi menjadi bagian dari gerakan kolektif untuk mengakhiri perundungan di dunia pendidikan.
Dengan meningkatnya kesadaran hukum, diharapkan generasi muda dapat tumbuh menjadi individu yang lebih baik, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, dan mampu berkontribusi positif terhadap masyarakat. (Bonedi/KBO Babel)