Bangka Belitung, Kompas86.id
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merupakan lembaga penyelenggara pemilu yang bertugas menjaga integritas, moral, dan etika dalam setiap proses pemilu dan pilkada. Sebagai lembaga yang dipercaya untuk mengawasi jalannya pesta demokrasi, Bawaslu memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa pemilu berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku serta tetap netral. Pelanggaran terhadap prinsip ini dapat mengancam legitimasi penyelenggaraan pemilu, mengurangi kepercayaan publik, serta menodai wibawa lembaga. Rabu (25/9/2024).
Namun, baru-baru ini, netralitas seorang komisioner Bawaslu Provinsi Bangka Belitung (Babel), EM Oskar, dipertanyakan oleh masyarakat. Pada Selasa malam (24/9/2024), Oskar terpantau menghadiri sebuah pertemuan di sebuah kedai kopi di Pangkalpinang bersama beberapa pengurus partai politik, anak dari salah satu pasangan calon (paslon) Pilkada Gubernur Babel, serta anggota dari beberapa organisasi masyarakat (ormas). Keberadaan Oskar di lokasi tersebut memicu asumsi publik bahwa ia berpihak pada salah satu paslon pilkada.
Dugaan Ketidaknetralan di Tengah Pemilu
Salah satu warga Pangkalpinang, Andri Surya Teja, SH, yang pertama kali melihat Oskar di tempat pertemuan tersebut, menyampaikan kekhawatirannya. Andri, yang merupakan bagian dari kantor Firma Hukum Hangga Off, menilai bahwa kehadiran seorang komisioner Bawaslu di tengah pengurus partai politik, apalagi setelah penetapan paslon gubernur telah dilakukan, sangat rawan menimbulkan asumsi ketidaknetralan.
Ia menegaskan bahwa meski pertemuan tersebut terkesan santai, masyarakat berhak merasa curiga.
“Seharusnya, di situasi seperti ini, Oskar bisa menahan diri untuk tidak menghadiri pertemuan dengan pengurus partai politik. Apalagi, owner dari kafe tersebut merupakan pengurus partai yang mendukung salah satu paslon. Wajar jika masyarakat menilai ada keberpihakan di sini,” ujar Andri, yang akrab dipanggil Teja.
Klarifikasi Oskar: Tidak Sengaja Bertemu
Menanggapi hal tersebut, EM Oskar membantah tuduhan keberpihakan yang dilontarkan masyarakat. Menurutnya, pertemuan di kedai kopi tersebut bukanlah sebuah pertemuan resmi yang direncanakan.
Ia menjelaskan bahwa kedatangannya ke tempat itu bukan untuk bertemu dengan pengurus partai politik, melainkan untuk bertemu dengan seorang temannya.
“Bukan pertemuan, tapi tidak sengaja bertemu di Kafe Pangkopi. Saya sendiri janjian dengan teman saya, kebetulan di sana juga ada teman-teman dari partai politik, seperti PKB dan PDIP, serta dari organisasi Anshor, Muhammadiyah, dan media. Ini murni ketidaksengajaan,” jelas Oskar saat dikonfirmasi oleh jejaring media ini.
Oskar juga menegaskan bahwa Bawaslu tetap akan berpegang teguh pada aturan dan kode etik yang berlaku. “Insya Allah, kami akan tetap berpegang pada aturan. Terima kasih banyak atas perhatian dan atensinya,” pungkas Oskar.
Analisis Kode Etik Penyelenggara Pemilu
Dalam konteks perundang-undangan, Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur bahwa penyelenggara pemilu, termasuk Bawaslu, harus menjaga integritas dan netralitas dalam menjalankan tugasnya.
Pasal 117 menyebutkan bahwa anggota Bawaslu wajib bersikap tidak memihak kepada peserta pemilu mana pun selama proses pemilu berlangsung. Ini sejalan dengan prinsip dasar demokrasi yang menuntut setiap penyelenggara pemilu bersikap adil dan tidak berpihak, baik di dalam maupun di luar tugas resmi mereka.
Selain itu, Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu juga menegaskan bahwa penyelenggara pemilu, termasuk anggota Bawaslu, harus menjaga kepercayaan publik dengan menunjukkan integritas, profesionalitas, dan independensi.
Dalam pasal-pasalnya, ditekankan bahwa penyelenggara pemilu tidak diperbolehkan berinteraksi secara dekat dengan pihak-pihak yang terkait dengan peserta pemilu, termasuk pengurus partai politik, calon, atau tim sukses.
Interaksi tersebut, meskipun tidak direncanakan atau tidak sengaja, tetap dapat menimbulkan persepsi negatif di mata publik.
Dalam kasus ini, meskipun Oskar mengklaim bahwa pertemuan tersebut tidak disengaja, keberadaannya di tempat yang sama dengan pengurus partai politik dan orang-orang yang memiliki afiliasi dengan paslon Pilkada tetap menimbulkan keraguan publik terhadap independensinya.
Masyarakat, sebagai pengawas eksternal yang sah terhadap proses pemilu, berhak menilai bahwa tindakan ini berpotensi melanggar kode etik penyelenggara pemilu.
Untuk menjaga wibawa dan integritas Bawaslu, komisioner harus berhati-hati dalam setiap aktivitasnya, termasuk di luar tugas resmi.
Sebagai representasi lembaga yang netral, anggota Bawaslu harus menghindari situasi yang bisa menimbulkan dugaan ketidaknetralan.
Mengingat Bawaslu adalah pilar penting dalam menjaga demokrasi, langkah-langkah preventif untuk menjaga kepercayaan publik sangat diperlukan. (Bonedi)