Bangka Belitung,Kompas86.id Pangkalpinang – Isu intoleransi yang digulirkan paslon pilkada Kota Pangkalpinang kembali mengemuka di Kota Pangkalpinang menyusul laporan yang diajukan oleh Ketua Forum Kerukunan Pangkalpinang, Maryadi, terhadap oknum relawan kotak kosong berinisial SW.
Laporan ini dipicu oleh komentar yang diduga memicu perpecahan umat beragama, yang diposting di grup WhatsApp terbatas relawan tersebut.
Kejadian ini menimbulkan beragam reaksi di kalangan masyarakat dan menyoroti potensi konflik di tengah persaingan politik menjelang pilkada.
M. Natsir, yang lebih dikenal sebagai Guru Natsir dan Wakil Ketua Rumah Aspirasi Kotak Kosong, secara terbuka mengaku bertanggung jawab atas tindakan SW.
Ia mengungkapkan, “Saya siap menerima segala risiko, termasuk laporan yang ditujukan kepada SW. Seharusnya saya yang dilaporkan,” ujarnya pada Kamis, 31 Oktober 2024.
Dengan nada tegas, Guru Natsir meminta pihak kepolisian untuk menyelidiki secara mendalam siapa yang menyebarkan percakapan dari grup tersebut, serta individu yang pertama kali mengirimkan bukti screenshot yang memicu masalah ini.
Guru Natsir menegaskan bahwa percakapan yang terjadi dalam ruang terbatas seharusnya tidak diekspos ke ruang publik sebagai isu SARA.
“Orang yang menyebarluaskan informasi ini adalah provokator yang ingin memecah belah masyarakat,” tegasnya.
Ia juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap serangan yang ditujukan kepada Penjabat Walikota Pangkalpinang, Budi Utama, yang dituduh menggerakkan relawan kotak kosong.
“Kami akan melaporkan akun yang menyerang beliau karena merasa difitnah,” imbuhnya.
Dalam situasi yang penuh ketegangan ini, Guru Natsir mengingatkan bahwa tindakan dan reaksi publik terhadap isu-isu sensitif harus lebih bijak.
“Pemimpin seharusnya merangkul, bukan memukul,” katanya. Ia merujuk pada insiden sebelumnya di mana mobil calon walikota Molen dilempar batu, dan mencatat bahwa saat itu Molen tidak melaporkan kejadian tersebut.
Kini, dalam suasana pilkada yang memanas, pihaknya justru melaporkan isu ini ke polisi.
Kasus lain yang juga mencuat adalah tindakan perusakan baleho Monica, istri Molen, yang mencalonkan diri sebagai calon legislatif provinsi Babel dari PDIP.
Baleho tersebut dirusak dengan cara dicoret, meski Monica mengaku tidak mempermasalahkan hal tersebut.
“Mengapa kali ini mereka bersikap reaktif? Ini tanda tanya besar, apakah ini bentuk kepanikan karena dukungan terhadap kotak kosong terus membesar,” sindir Guru Natsir.
Dalam pandangan Natsir, situasi ini mencerminkan ketidakstabilan di tengah persaingan pilkada.
Ia menyerukan agar semua pihak menjaga ketenangan dan fokus pada substansi kampanye, alih-alih terjebak dalam fitnah dan provokasi.
“Di tengah dinamika politik ini, kita harus mengedepankan dialog konstruktif,” ujarnya.
Natsir menekankan peran penting media dalam menyebarkan informasi yang akurat.
“Media harus bertanggung jawab dalam memberitakan fakta, bukan rumor yang dapat memicu konflik. Kita semua bertanggung jawab untuk menciptakan suasana kondusif,” tegasnya.
Ia berharap langkah hukum yang diambil dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap informasi yang beredar, serta mendorong terciptanya pemilu yang bersih dan berintegritas.
Sarpin, mantan anggota DPRD Provinsi Babel yang kini terlibat aktif di relawan kotak kosong, menambahkan komentarnya.
Ia menilai bahwa keberagaman suku dan agama di rumah aspirasi kotak kosong telah terjalin dalam hubungan yang harmonis.
“Oknum yang menyebarkan screenshot di grup WhatsApp kotak kosong memiliki niat jahat untuk memecah belah persatuan dan kerukunan umat beragama,” ujarnya.
Sarpin menegaskan bahwa tindakan menyebarkan kebencian terhadap suku, agama, ras, dan antar golongan adalah pelanggaran hukum yang serius, dengan ancaman penjara maksimal 6 tahun dan denda hingga Rp 1 miliar, sesuai Pasal 28 Ayat (2) UU 1/2024.
Dalam konteks ini, masyarakat Pangkalpinang diimbau untuk bersatu dalam menjaga kerukunan dan mencegah provokasi yang dapat merusak keharmonisan antarumat beragama.
Keberhasilan menjaga ketenangan selama masa pilkada sangat bergantung pada sikap semua pihak dalam menanggapi isu-isu yang muncul. (Sumber: Rumah Aspirasi Kotak Kosong, Editor: KBO Babel)