JEPARA KOMPAS 86.ID
Jepara – Aksi demonstrasi yang dilakukan oleh Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) di depan pabrik PT Kanindo Makmur Jaya 2, Kabupaten Jepara, pada Rabu (6/1/2024) telah menimbulkan polemik di kalangan masyarakat dan pekerja. Demonstrasi ini bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak sejumlah karyawan yang diberhentikan oleh perusahaan setelah menolak dipindahkan ke lokasi lain. Namun, aksi tersebut memunculkan perdebatan terkait batas kewenangan serikat pekerja dalam membela anggotanya, terutama ketika melibatkan pekerja yang tergabung dalam serikat pekerja lain.
Di PT Kanindo Makmur Jaya 2, mayoritas pekerja adalah anggota dari Serikat Pekerja Tingkat Perusahaan (SPTP), bukan anggota FSPMI. Hal ini membuat sebagian pihak mempertanyakan keabsahan aksi FSPMI yang berdampak pada karyawan non-anggotanya. Beberapa pihak menilai bahwa aksi ini melanggar hak pekerja lain untuk mencari nafkah, terutama ketika aksi tersebut menghalangi mereka untuk masuk dan bekerja, bahkan hingga terjadi saling dorong antara pihak pengunjuk rasa dengan karyawan PT. Kanindo.
“Setiap serikat pekerja tentu berhak membela anggotanya, tapi ketika hal tersebut menghambat pekerja lain yang tidak terkait, itu bisa memicu konflik baru,” ujar salah satu tokoh masyarakat Jepara. Menurutnya, konflik semacam ini sering terjadi ketika serikat lintas perusahaan atau federasi terlibat dalam kasus-kasus yang melibatkan anggota dari serikat pekerja internal, sehingga memicu pertanyaan tentang batas kewenangan dan tanggung jawab masing-masing.
Beberapa pihak berpendapat bahwa aksi FSPMI berpotensi menghambat hak-hak pekerja lain yang bukan anggota FSPMI untuk tetap bekerja dan mencari nafkah. Sejumlah karyawan PT Kanindo Makmur Jaya 2 merasa tidak nyaman karena harus menghadapi situasi yang tidak kondusif akibat adanya demonstrasi tersebut. Hal ini juga memicu kekhawatiran akan pelanggaran hak asasi manusia, terutama terkait kebebasan pekerja untuk bekerja tanpa hambatan.
Para pekerja di PT Kanindo Makmur Jaya 2 sendiri merupakan anggota Serikat Pekerja Tingkat Perusahaan (SPTP), karyawan PT Kanindo, bukan anggota FSPMI. Tindakan FSPMI yang berusaha melarang karyawan PT. Kanindo untuk masuk kerja, bahkan sempat terjadi dorong dorongan dianggap oleh sebagian pihak melanggar hak pekerja lain untuk mencari nafkah. Aksi demonstrasi yang menghalangi akses para karyawan non-anggota serikat tertentu untuk bekerja menimbulkan kontroversi mengenai keabsahan tindakan tersebut, terutama dalam konteks hak asasi manusia, yang mencakup hak individu untuk mencari pekerjaan.
Polemik ini membuka ruang diskusi tentang pentingnya aturan yang jelas terkait batas kewenangan serikat pekerja di Indonesia, khususnya dalam kasus yang melibatkan pekerja non-anggota. Beberapa pihak juga menilai bahwa aksi demonstrasi yang menghambat pekerja lain untuk beraktivitas dapat berpotensi melanggar hak asasi manusia, terutama hak untuk bekerja dan mencari nafkah.
Menanggapi situasi ini, pihak perusahaan maupun pemerintah daerah diharapkan segera mencari solusi guna meredakan ketegangan dan memastikan hak semua pekerja terlindungi sesuai ketentuan yang berlaku. Dengan adanya mediasi yang tepat, diharapkan konflik semacam ini dapat diselesaikan secara damai tanpa harus merugikan pihak-pihak lain.