Riau, Kompas86. ID – Mantan Direktur PT Nikmat Halona Reksa (NHR) Hendri Wijaya meminta agar pihak Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Riau menyelesaikan dengan tuntas atas tuntutan pesangon yang diusulkan kepada PT Nikmat Halona Reksa (NHR) berlokasikan Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu).
Usulan pesangon yang diajukan sudah berdasarkan aturan yang berlaku, namun pihak PT NHR belum melaksanakannya.
“Hingga saat ini, pihak Disnaker Riau hanya sebatas itu itu saja, namun perkembangan belum jelas dan pihak PT NHR belum memenuhi semua kesepakatan yang tertuang dalam akte Notaris,” kata Kuasa Hukum HW
Haspiandi, SH dan Riko Chandra, SH.MH Pekanbaru, di Rengat, Kamis.
Atas keterlambatan penyelesaian itu, mengakibatkan dirinya sangat kecewa. Akan tetapi, tetap berupaya agar pesangon dari PT NHR tetap keluar pada 2023 ini.
Dengan tegas Hendry Wijaya mengatakan, persoalan ini sebenarnya tinggal pihak Disnaker Provinsi Riau saja, apakah tegas atau hanya sekedar panggil panggil saksi ?
Sedangkan, ketika pertemuan itu, pihak Direktur Utama PT NHR Johan Kosaidi pada pertemuan itu tidak hadir dan hanya mengutus perwakilan yang tidak bisa mengambil keputusan.
“Upaya penyelesaian terkait persoalan pesangon ini sudah berkali kali meminta pihak Disnaker Provinsi Riau untuk bertindak tegas, agar selesai,”Kata nya.
Sedangkan, dalam Akte Notaris antara Hendry Wijaya dan Direktur PT NHR Johan Kosaidi tertulis, terkait pesangon untuk Hendri Wijaya akan diselesaikan setelah ada penyerahan dokumen milik perusahaan yang masih ditahan oleh mantan Direktur PT NHR tersebut.
Justru, ketika semua terlaksana pada 3 Juni 2022 semua dokumen sudah diserahkan, akan tetapi pihak perusahaan tidak kunjung menunaikan kewajiban nya dengan berbagai alasan.
“Intinya pihak Disnaker Provinsi harus mengambil tindakan tegas, semua sudah jelas permasalahan ini bukan pak Hendry Wijaya yang dirugikan pihak NHR,” tegasnya.
Namun, Irianto Wijaya upah yang belum dibayar sejak 22 September 2022 lalu.
Persoalan surat tanah itu, kata Kuasa Hukum HW, adalah milik pribadi Hendry Wijaya bukan perusahaan, hal tersebut bisa dibuktikan dalam pembelian tanah.
Seperti, dalam Undang-Undang Cipta Kerja pasal 185 ayat (1) sudah sangat jelas bahwa tindakan pidana, yang dimaksud dalam ayat (1) adalah tindakan pidana kejahatan dengan saksi penjara paling lama 4 tahun dan denda paling besar Rp 400 juta.
Sementara itu, Hasil konfirmasi dengan Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Riau, Imron Rosidi mengatakan, sudah ada upaya dilakukan dengan pemanggilan sejumlah pihak, terkait masalah Hendry Wijaya selaku mantan Direktur utama PT NHR.
Kalau terkait mantan Direktur PT NHR itu merupakan Wanprestasi dan sudah tertuang dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan disepakati senilai Rp1,3 M dengan syarat Hendry Wijaya menyerahkan semua dokumen PT NHR.
“Kalau terkait Direktur PT NHR, kami tidak bisa ikut campur semua sudah tertuang dalam RUPS dan Akte Notaris mereka,” sebut Imron Rosidi.
Hanya saja, mereka ada kendala persoalan surat tanah, apakah surat tanah perusahaan atau tanah Hendry ? Ini belum jelas.
Tegas Imron Rosidi lagi, kalau terkait pembahasan pesangon atau upah dirinya masih dalam proses dan belum selesai.
“Saat ini masih pemanggilan para saksi-saksi dan kita limpahkan berkas ke bidang Perselisihan,” janjinya.
Sedangkan, terkait pesangon Irianto Wijaya nanti akan ditanya ke bawahan, karena berkas disini sangat banyak.***