Aksi Unjuk Rasa Penolakan Relokasi Rempang Berakhir Ricuh,Pendemo Dengan Aparat

oleh
Bagikan artikel ini


Batam,kompas86.id – Aksi unjuk rasa jilid 2, warga yang menolak relokasi di Pulau Rempang, di Kantor BP Batam, Senin (11/9) berakhir ricuh. Bentrokan tak terelakkan batu, kayu, botol, hingga flare asap dilemparkan ke arah aparat yang berjaga di gerbang BP Batam.
Kondisi tidak kondusif, aparat dan warga terkena lemparan mulai, pukul 12.30 WIB. Awalnya, aksi unjuk rasa berjalan aman dan kondusif, sejak pukul pukul 10.00 WIB. Massa juga tampak memadati bundaran BP Batam.
Beberapa perwakilan Melayu di Batam juga yang turut serta. Seperti Melayu Kalimantan Barat, Melayu Lingga, Melayu Riau dan lainnya. Setiap perwakilan juga menyampaikan aspirasinya.
“Kami tak menolak investasi. Tapi jangan gusur 16 Kampung Tua di Rempang,” ujar seorang orator di atas mobil
Selain itu, orator juga meminta sebanyak 8 orang warga Rempang yang diamankan oleh pihak kepolisian untuk dibebaskan. Lantaran mereka hanya ikut mempertahankan tempat tinggalnya. Tuntutan berikutnya, cabut Kepala BP Batam. Orator juga berulang kali mengingatkan agar massa tetap kondusif. Tidak terbawa suasana panas bisa menyampaikan aspirasi dengan kondusif dan aman.
“Kita Melayu yang bermartabat, jangan anarkis. Komando tetap dari mobil ini. Jangan terbawa suasana,” katanya.
Warga sempat mengantarkan, petisi penolakan relokasi Pulau Rempang ke Kepala BP Batam Muhammad Rudi. Tak lama, Muhammad Rudi bersama Kapolres Barelang Kombes Pol Nugroho Tri Nuryanto, menemui massa.
“Apa yang telah Bapak Ibu sampaikan melalui selebaran kertas melalui perwakilan yang masuk ke dalam. Ini adalah yang kedua kalinya Bapak Ibu hadir memperjuangkan apa yang bapak ibu mau. Antara lain adalah 16 Kampung yang ada di Rempang tidak jadi direlokasi. Waktu demo yang pertama saya sudah menyampaikan bahwa saya adalah perpanjangan tangan dari pemerintah pusat,” kata Rudi.
Ia mengaku, penolakan tersebut sudah disampaikan ke pemerintah pusat untuk meminta waktu untuk bertemu untuk mengambil keputusan. Karena, kata Rudi, ia hanya punya wewenang sampai di situ.
“Saya tak punya wewenang lebih daripada itu. Saya ajak bapak ibu ke dalam, tapi kalau menolak saya tak bisa wewenang. Kita dudukkan di dalam. Ini merupakan proyek strategis nasional. Keputusan di pemerintah pusat,” kata Rudi lagi.
Sementara, warga masih menolak keputusan tersebut. Warga tetap bersikukuh menolak Kampung Tua untuk direlokasi. Karena lahan tersebut tanah tempat tinggal mereka dari turun temurun sudah diwariskan.
“Beliau meminta kita ke Jakarta terima atau tidak? Ini proyek strategis nasional kita menolak atau tidak? Tidak! Yang kita tolak adalah kampung tua yang ada di sana (Rempang) direlokasi. Disitulah kenangan kami. Bayangkan kalau tempat tinggal bapak digusur gitu saja. Ini bukan persoalan materi atau uang,” tegas perwakilan massa.
Sementara, Kapolresta Barelang menambahkan, bahwa 8 tersangka yang diamankan masih diproses dan dipertimbangkan. Pihaknya harus mengikuti aturan karena negara Indonesia adalah negara hukum.
“Kemarin ada permohonan penangguhan penahanan kepada 8 tersangka yang diamankan masih kita proses dan pertimbangkan. Kalau dilakukan SP3 atau Restorative Justice adalah langkah yang bermartabat daripada proses hukum. Melihat situasi ketentuan umum. Hari ini kalau 8 berkasnya lengkap kami sudah koordinasi kepada Kapolda (Kepri) kalau bisa ditangguhkan,” tegasnya.
Namun, kejadian ricuh tak terelakkan aksi massa memanas. Pagar gerbang BP Batam dirusak. Batu dan botol berterbangan ke arah aparat yang menjaga.
“Ada yang luka. Cepat-cepat. Semua berlindung. Jangan sampai terkena,” kata seorang polisi.
Sementara massa di luar Kantor BP Batam, mulai berhamburan pada saat aparat menyiram air untuk membubarkan massa yang mulai memanas. Massa terpecah, aparat menyemprotkan gas air mata dan suara tembakan terdengar.
“Saya ketakutan, saya bersembunyi. Tadi mau ke Mega Mall tak jadi. Takut kena batu,”kata warga yang melintas.(D2k)