Lampung Utara,Kompas86.id
Permasalahan dugaan kasus penyerobotan tanah milik masyarakat adat Desa Panagan Ratu,Kecamatan Abung Timur oleh oknum Kimal AL.kembali mencuat.
Upaya penyelesaian kasus tanah yang berlangsung selama 48 tahun lalu,belum ada titik temu.
Dan, pihak masyarakat adat Desa Panagan Ratu akan menggelar aksi massa untuk menuntut hak-hak mereka dikembalikan sekaligus memperjelas status tanah adat yang disengketakan.
Dalam rapat pengarahan Forkopimda terkait pertanahan di Ruang Siger,yang dihadiri Wakil Bupati, Ardian Saputra,Anggota DPRD,Polres Lampung Utara, Kimal dan Perwakilan Masyarakat Adat Desa Panagan Ratu, Kecamatan Abung Timur, Rabu (8-11-23).
Pemkab.berharap,pihak-pihak yang berkepentingan dalam persoaalan tersebut dapat menahan diri.Dengan itu, akan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan terjadi dilapangan.
Menyoal permasalahan tersebut, Tokoh Adat Penagan Ratu,Darwis Gelar Sultan Semana Mana, mengatakan di 2020,pihaknya telah melayangkan surat ke Pemerintah pusat dan Kementerian Agraria, dengan No.100/53/01/LU/2020, perihal ganti rugi eks Pt. Pangan Lampung Utara,Tanah Kimal/Way Abung Tiga.
“Pihaknya telah melayangkan surat ke Pemerintah pusat dan Kementerian Agraria, hanya saja belum ada penyelesaian,”ujarnya.
Sementara,Joni Erix,selaku masyarakat adat,Panagan Ratu, mengatakan sengketa tanah tersebut telah terjadi 48 tahun lalu dan sampai hari ini belum ada penyelesaian.
” Saksi sejarah masalah tanah itu masih hidup dan kami hanya meminta hukum ditegakkan sesuai dengan aturan yang berlaku, ” tuturnya.
Sementara,Anggota DPRD, Lampura, Nurdin Habib,berharap masalah dapat diselesaikan secara kondusif demi menjaga keamanan di wilayah.
Terpisah,hasil dokumen menyatakan,merujuk surat Keputusan Presiden (Kep-Pres) No : 144 tahun 1966,diserahkan tanah seluas 25.000.Hektare dengan PT. Produksi Pangan dan di setujui Bupati bersama Gubernur Lampung dalam konsiderannya Menteri Agraria No:SK-11 /25/Ka/64.
Pemberian tanah tersebut di dalam bentuk perolehan alas Hak Guna Usaha (HGU) PT Produksi Pangan.
Di 1999,diterbitkan SK Gubernur Lampung No. 6/355/B.1/Hk/1998 tentang pembentukan tim penertiban dan penyelesaian masalah pertanahan Propinsi Lampung.
Dalam SK itu menyatakan, terhitung sejak tanggal ditetapkannya surat keputusan. Maka tidak berlaku lagi Surat Gubernur Kepala Daerah tingkat 1 Lampung No.DA.1/SK/PH-77 tentang pencabutan pencadangan areal prosernal dan mencadangkan kembali kepada Ditjen Transmigrasi Departemen Tenaga Kerja, tramsmigrasi dan Koperasi.
Lahan seluas 5.363,052 hektar, dikukuhkan dan peruntukannya sebagai berikut:
HGU atas nama PT.Jalaku,seluas 2.408, 94 hektar, Hak milik pemukiman TNI AL,seluas 2.671,4718 hektar,diserahkan kepada Kepala Desa Tanjung Sari seluas 155 hektar dan dibebaskan untuk seluruh irigasi seluas 127,6402 hektar.
Secara hukum dengan diterbitkan SK Gubernur Lampung No.6/355/B.1/Hk/1998,maka akan membatalkan surat Keputusan Presiden (Kep-Pres) No:144 tahun 1966,
dan Bupati bersama Gubernur Lampung dalam konsiderannya Menteri Agraria No : SK-11 /25/Ka/64.
Bila merujuk SK Gubernur jelas menyatakan Hak milik pemukiman TNI AL, hanya seluas 2.671,4718 hektar.
Bukan mengacu hasil konsiderannya Menteri Agraria No : SK-11 /25/Ka/64. Seluas 25.000 hektare,”
MIHWAN TIM SPRI