LBH KORAK Gresik : Masyakat Jika Dirugikan Terkait Jalan Berlubang Ajukan Gugatan

oleh
Bagikan artikel ini

 

Gresik (Jatim) kompas86.id_, Bagaimana kewenangan pengelolaan jalan di Indonesia? Jalan Nasional merupakan kewenangan pusat yaitu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Jalan provinsi, kabupaten dan kota merupakan kewenangan Pemerintah Daerah.
Persoalan jalan rusak, apalagi dibiarkan rusak tanpa pemberian tanda, hingga menyebabkan pengguna jalan kecelakaan, merupakan salah satu jenis layanan publik yang acapkali dilaporkan masyarakat, bahkan cenderung berulang.

Seperti halnya sepanjang Jalan Kepatihan Kecamatan Menganti banyak sekali jalan berlubang yang sangat membahayakan pengendara kendaraan, apalagi dengan kapasitas penguna jalan yang begitu banyak, sering terjadi kecelakan akibat dari jalan berlubang, hal menjadi sorotan masyarakat.
Sepanjang jalan mulai dari perbatasan dengan Kota Surabaya sampai ke pertigaan jalan Boboh terlihat banyak sekali jalan berlubang, tentunya ini bisa mengakibatkan kecelakaan,

Sekretaris Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Komunitas Rakyat Anti Korupsi ( KORAK) Kabupaten Gresik, Deden Suprapto,SH mengatakan mengenai jalan yang tidak layak atau berlubang jika mengakibatkan kecelakaan akibat kelalaian dari penyelengara jalan warga bisa melakukan gugatan hukum kepada pemerintah daerah lantaran kerusakan jalan yang berdampak kecelakaan lalu lintas. Pasalnya, pemerintah daerah merupakan salah satu penyelenggara jalan yang memiliki tanggung jawab memperbaiki kerusakan.

Lanjut, Deden menuturkan tak hanya berdimensi pelayanan publik, jalan rusak yang sengaja dibiarkan juga dapat berujung pada sanksi pidana maupun denda. Jika lihat dari segi tanggung jawab.
“ Tanggung jawab penyelenggaraan jalan, termasuk memberikan perhatian dan perbaikan terhadap jalan rusak, sebenarnya telah menjadi tanggung jawab penyelenggara layanan, dalam hal ini pemerintah baik pusat ataupun daerah” jelasnya.
Masih kata Deden, Sehingga, pemerintah sebagai penyelenggara dituntut untuk memberikan pelayanan yang prima, sebagaimana penyelenggaraan pelayanan publik lainnya, baik di bidang jasa ataupun administratif.

Sebenarnya terdapat panduan untuk penyelenggara jalan, untuk mewujudkan layanan publik jalan yang baik, sebagaimana tergambar dalam UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
Pertama, melakukan inventarisasi tingkat pelayanan jalan dan permasalahannya. Kedua, menyusun rencana dan program pelaksanaannya serta penetapan tingkat pelayanan jalan yang diinginkan. Ketiga, perencanaan, pembangunan, dan optimalisasi pemanfaatan ruas jalan. Keempat, perbaikan geometrik ruas Jalan dan/atau persimpangan jalan. Kelima, penetapan kelas Jalan pada setiap ruas jalan. Keenam, uji kelaikan fungsi jalan sesuai dengan standar keamanan dan keselamatan berlalu lintas; dan ketujuh, pengembangan sistem informasi dan komunikasi di bidang prasarana jalan.

Lebih lanjut pada Pasal 24 UU LLAJ ditegaskan bahwa, jika belum dapat dilakukan perbaikan jalan yang rusak, maka sebagai bentuk tanggung jawab, penyelenggara jalan wajib memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas. Hal ini yang acapkali luput dilakukan oleh penyelenggara jalan. Sehingga seringkali masyarakat langsung yang turun tangan untuk memberikan rambu-rambu jalan rusak.

Tanggung jawab penyelenggara jalan, tak hanya sampai pada memberikan tanda/rambu pada jalan rusak saja, sebenarnya terdapat sanksi bagi penyelenggara jalan yang tidak segera dan patut memperbaiki jalan rusak, yakni dapat dikenakan hukuman pidana dengan ancaman penjara.
paling lama enam bulan atau denda paling banyak Rp12.000.000,-. Selain itu, jika jalan rusak tersebut tak kunjung diperbaiki, hingga mengakibatkan luka berat pada pengguna jalan, penyelenggara jalan dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,-. Terlebih jika mengakibatkan orang lain meninggal dunia, penyelenggara dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp 120.000.000,-. Tak hanya jalan rusak yang menimbulkan korban luka/kematian saja, bahkan jika penyelenggara jalan yang tak kunjung memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak dan belum diperbaiki, maka dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau denda paling banyak Rp1.500.000,-, sebagaimana ketentuan Pasal 273 UU LLAJ.

“ Penyelenggara jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan yang rusak, terlebih lagi kerusakannya berpotensi mengakibatkan kecelakaan lalu lintas, jika tidak maka masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok atau class action untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat kerusakan jalan yang bisa menimbulkan kecelakaan atau kelalian.”ucapnya.
Dia menambahkan, warga memiliki hak untuk menggugat pemerintahnya lantaran persoalan tersebut. Mekanismenya bisa menggunakan gugatan warga atau citizen

Jurnalis
Dai Asong