Lima Terdakwa Kasus Korupsi Proyek Persemaian Modern Labuan Bajo Jalani Sidang Tuntutan

oleh
Bagikan artikel ini

KUPANG, Kompas86.id– Lima terdakwa kasus korupsi pembangunan Proyek persemaian Modern Labuan Bajo , Kabupaten Manggarai Barat telah menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Kelas 1A Kupang, Kamis (20/6/2024).

Lima orang terdakwa menjatuhkan vonis hukuman yang berbeda dalam kasus korupsi proyek pembangunan Persemaian Modern Tahap II pada Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Sungai (BPDAS) Benain Noelmina di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Sidang putusan yang digelar pada Kamis (20/6/2024) dipimpin oleh Hakim Ketua Sarlota Marselina Suek, S.H., didampingi hakim anggota Lizbet Adelina, S.H., dan Myke Priyantini, S.H.

Terdakwa Agus Subarnas, S.P., M.Si., dijatuhi hukuman penjara selama 1 tahun, 6 bulan dipotong masa tahanan, dan denda Rp 50 juta dengan subsider 1 bulan kurungan.

Terdakwa I Putu Suta Suyasa, ST., Yudi Hermawan, dan Hamdani, masing-masing divonis 1 tahun penjara dipotong masa tahanan, dan denda Rp 50 juta dengan subsider 1 bulan kurungan.

Sementara itu, terdakwa Sunarto, SE., mendapat vonis 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta, yang jika tidak dibayarkan akan diganti dengan kurungan 3 bulan.

Selain itu, Sunarto juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 4.766.522.731,6 paling lambat satu bulan, atau seluruh hartanya disita dan diganti dengan kurungan penjara selama 2 tahun.

Sementara itu, majelis hakim juga menetapkan uang titipan pengembalian kerugian keuangan negara, masing-masing I Putu Suta Suyasa, ST., sebesar Rp 662.548.500, Yudi Hermawan sebesar Rp 400 juta, dan Hamdani sebesar Rp 200 juta, semuanya dirampas dan diperhitungkan sebagai Uang Pengganti kerugian keuangan negara.

Amar putusan majelis hakim juga menghukum para terdakwa untuk membayar biaya perkara masing-masing Rp5.000.

“Para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam dakwaan subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP,” ujar Hakim Ketua Sarlota Marselina Suek saat membacakan amar putusan.

Setelah putusan dibacakan, Hakim Ketua memberikan waktu 7 hari kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU), para penasehat hukum, dan terdakwa untuk mempertimbangkan apakah akan menerima putusan atau mengajukan banding.

Tim Jaksa Penuntut Umum yang terdiri dari Herry Franklin, S.H., M.H., Bangkit Yohannes Pangihutan Simamora, S.H.,M.H., Vera Ritonga, S.H., S.E., M.Kn.,Ak., Advani Ismail Fahmi, S.H., menyatakan pikir-pikir terhadap putusan majelis hakim tersebut.

Vonis Uang Pengganti Turun

Ada yang menarik dari putusan hakim terhadap perkara ini, pasalnya, tuntutan JPU sebelumnya meminta terdakwa Sunarto untuk membayar Uang Pengganti kerugian negara sebesar Rp 8.652.512.267,31., atas kerugian dalam pekerjaan fisik tersebut.

Anehnya, dalam putusan majelis hakim, Sunarto hanya divonis membayar uang pengganti sebesar Rp 4.766.522.731,6 atau hanya separuh dari tuntutan JPU.

Padahal, kerugian negara tersebut telah dihitung berdasarkan hasil pemeriksaan tim ahli Politeknik Negeri Kupang dengan metode nett loss yang dalam persidangan pemeriksaan ahli dan pemeriksaan setempat, ahli telah menjelaskan penyebab kerugian atas pekerjaan tersebut secara detail, dan dikuatkan pula oleh tim investigasi PPKP yang dituangkan dalam Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (LHP- PKKN).

Kasus ini sebelumnya ditangani oleh Penyidik Tindak Pidana Khusus (Tipidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejati nomor print-130/N.3/Fd.1/03/2023 tanggal 30 Maret 2023.

Menurut Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati NTT, Anak Agung Raka Dharmana Putra, penyidikan melibatkan pemeriksaan terhadap 60 saksi dan pengumpulan berbagai data serta dokumen terkait proyek tersebut.

Kasus ini berawal dari proyek pembangunan Persemaian Modern Tahap II Tahun Anggaran 2021 di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 9,9 miliar.

Proyek ini dibiayai oleh APBN dengan nilai kontrak awal Rp 39,6 miliar yang kemudian meningkat menjadi Rp 42,8 miliar setelah addendum kontrak.

Penyidik menemukan berbagai penyimpangan dalam pelaksanaan proyek, termasuk spesifikasi beton yang tidak sesuai, pekerjaan fiktif pada pembangunan reservoar, dan masalah instalasi mekanikal serta elektrikal.

Terdakwa Agus Subarnas bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), sedangkan Sunarto, Yudi Hermawan, dan Hamdani merupakan direktur dari PT Mitra Eclat Gunung Arta, kontraktor pelaksana proyek. Putu Suta Suyasa adalah konsultan pengawas dari PT Raka Cipta Bina Semesta.

Selama penyidikan, para terdakwa telah menyerahkan uang jaminan lebih dari Rp1 miliar sebagai pengganti kerugian negara.

I Putu Suta Suyasa menyerahkan Rp662 juta, sementara uang sebesar Rp435 juta disita dari para tersangka saat mereka ditahan.

Proyek ini mengalami beberapa masalah teknis seperti kualitas beton yang tidak sesuai spesifikasi, pekerjaan reservoar yang tidak pernah diuji fungsi, serta material dan konstruksi jalan yang cepat rusak.

Nilai kerugian negara akibat pekerjaan yang tidak sesuai mencapai Rp 4,5 miliar, untuk beton/rabat dan Rp 4,9 miliar untuk jalan. Pekerjaan fiktif pada reservoar menambah kerugian sebesar Rp141 juta.

Setelah tahap penyelidikan sampai tahap penyidikan dan penuntutan, hakim menjatuhkan vonis berbeda kepada para terdakwa berdasarkan tingkat kesalahan dan peran masing-masing dalam kasus korupsi proyek tersebut.

Putusan ini menjadi bagian dari upaya pemberantasan korupsi di NTT. (Red)