Pemerintah Mesti Membuka Ruang Partisipasi Pembangunan Kepada Perempuan, Untuk Memajukan Bangsa

oleh
Bagikan artikel ini

 

Jakarta.kompas86.id – Musyawarah Perempuan Nasional untuk Perencanaan Pembangunan Tahun 2023 yang untuk pertama kalinya dilakukan, merupakan arena untuk mengangkat isu-isu gender, perempuan dan anak serta menyusun strategi untuk masukan perencanaan pembangunan yang mengintegrasikan perspektif kesetaraan gender, disabilitas dan inklusi sosial, Selasa (18/4/2023).

 

Musyawarah ini mewadai suara perempuan Indonesia dengan keberagaman kondisi dan latar belakang sosial, ekonomi, demografi, dan wilayah. Musyawarah ini juga merupakan upaya konkrit yang digagas oleh 8 organisasi masyarakat sipil mitra INKLUSI yang selama ini bekerja untuk keadilan dan kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan dan kelompok marginal.

 

Organisasi-organisasi itu adalah KAPAL Perempuan, Migrant CARE, BaKTI, Aisyiyah, PEKKA, Kemitraan, SIGAB dan PKBI.

 

Upaya ini juga bersinergi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dan Kementerian Perencanan Pembangunan Nasional/BAPPENAS. Dengan metode hybrid, dan memperhatikan kondisi kewilayahan Indonesia.

 

Musyawarah ini digelar di lebih dari 1000 titik di tingkat Daerah, Kecamatan, Desa/Kelurahan/Nagari/Banjar maupun titik mikro lainnya. Komunitas juga berusaha menjangkau suara hingga ke titik mikro ketika kewilayahan desa secara akses tidak terjangkau. Pada lebih dari 1000 titik tersebut, kepesertaan mencapai lebih dari 3800 perempuan dan kelompok marginal telah dijangkau.

 

Musyawarah dibuka oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Bintang Puspayoga. Ia menegaskan bahwa posisi perempuan masih di posisi yang tidak setara yang kemudian dibutuhkan upaya bersama untuk mendukung terwujudnya kesetaraan gender.

 

“Kesenjangan gender merupakan masalah krusial yang sudah harus kita jawab agar dapat diperkecil bahkan harus ditutup. Rekomendasi dari Musyawarah Perempuan Nasional untuk Perencanaan Pembangunan Tahun 2023 ini adalah mendorong komitmen politik pemerintah untuk melibatkan perempuan minimal 30% dalam pengambilan keputusan di setiap tahapan pembangunan”, tuturnya.

 

“Mulai dari perencanaan, penganggaran, implementasi, pemantauan, evaluasi, pelaporan, dan audit, sampai pada kelompok sasaran penerima manfaat. Salah satu kunci utamanya adalah membiayai semua sektor pembangunan dengan anggaran yang mampu menutup kesenjangan gender”, ucapnya di Jakarta, Selasa (18/4/2023).

 

Musyawarah diselenggarakan selama dua hari, terdiri dari tiga sidang. Sidang pertama memuat pembahasan 9 (sembilan) isu perempuan, data dan analisis. Sidang pertama menghadirkan testimoni berupa masalah dan usulan yang disampaikan para perwakilan wilayah. Pada momentum ini antusiasme sangat terlihat sebagai bukti otentik dan akurat untuk mencatat pengalaman perempuan.

 

Kemudian, sidang kedua dilaksanakan di hari kedua dengan muatan berbagi pembelajaran baik dalam merespon isu-isu gender, perempuan dan anak disampaikan dalam bentuk video dari beberapa daerah. Dilanjutkan dengan sidang ketiga sekaligus sidang terakhir yang memuat pembacaan usulan terhadap RPJPN 2025-2045 dan RPJMN 2025-2029 yang diserahkan kepada BAPPENAS.

 

Dari seluruh proses pelaksanaan musyawarah, mencerminkan tingginya antusiasme peserta dari berbagai wilayah (utamanya yang selama ini termarginalkan dan terisolasi secara geografis) memperlihatkan keinginan agar suara dan aspirasi perempuan dan kelompok marginal benar-benar terakomodir dalam seluruh dokumen perencanaan pembangunan.

 

Musyawarah Perempuan Nasional untuk Perencanaan Pembangunan Tahun 2023 ini diharapkan dapat diakomodasi ke dalam seluruh tahapan perencanaan pembangunan di semua tingkatan wilayah, dimulai dari tingkat desa/kelurahan hingga tingkat nasional, sehingga perempuan, anak, dan kelompok marginal dapat benar-benar menjadi subyek dan memperoleh manfaat dari pembangunan.

 

(Wahid)