Jepara Jateng-kompas86.id
Banyak kita dapati anggota DPRD. Jepara Pereode 2019-2024 menjadi pemborong proyek, baik itu proyek penunjukan langsung maupun proyek lewat lorong gelap yang tidak terungkaokan disini.
DPR dulu disindir oleh Iwan Fals lewat lagi Wakil Rakyat yg terkenal. Datang, Duduk, Diam, Dengar dan Duit. 5D. Itu nyata adanya
Sebenarnya Negara kita memerlukan pengelolaan transisional dengan memperkuat fungsi pengawasan Wakil Rakyat dalam Daulat Rakyat.
Datanglah reformasi 1998 kita mulai pilih wakil sendiri. Lahirlah DPRD yg dianggap aspiratif. Tapi transisi dprd tidak secepat aspirasi rakyat!!
Itu sebabnya, dewan memerlukan kerja cepat untuk mereorientasi keterjebakannya sebagai kakitangan rezim otoriter menuju wakil rakyat sejati!
Jadi kita harus terbiasa dengan tradisi: Kedaulatan Rakyat; rakyat yg memutuskan. Mau pakai partai apapun kalau rakyat gak pilih ya gak jadi. Cara ini membuat kita jernih melihat parpol. Bahwa wakil rakyat bukan perkakas parpol. Wakil rakyat adalah instrumen rakyat.
Legislatif dalam hal ini DPRD adalah wakil rakyat yg dilegalkan konstitusi tidak boleh dilewati dengan alasan apapun. Yurisprudensi bahwa status sebagai anggota partai boleh dicabut tapi status sebagai wakil rakyat tidak bisa sembarangan dicabut kecuali; meninggal, mundur, terpidana atau melanggar etika lembaga. Ini pintu masuk bagi tradisi demokrasi yg sehat.
Wakil rakyat atau semua jabatan yang dipilih rakyat (elected official) harus dijaga supaya tetap menjadi alat rakyat dalam menjalankan roda negara. Partai politik harus tau diri dan tau batasnya. Parpol tidak bisa ambil alih pejabat terpilih menjadi harta benda partai politik.
Tapi belakangan, rupanya terlalu banyak perjanjian diam-diam untuk membuat wakil rakyat “santun dan berakhlak”. Jadilah semuanya bagai sandiwara. Tak ada yg berani menonjol bersuara padahal rakyat perlu juru bicara. Itulah yg sedang terjadi pada Daulat Rakyat kita. Sedih!
Dalam krisis, bukan rakyat yang harus dibungkam dianggap “lalat politik” tapi justru saluran komunikasi resmi yang harus dibuka. Itulah fungsi inti wakil rakyat sebagai representasi. Makanya disebut “House of Representative” atau DPRD. harus bicara.
Kita harus berani membuat petisi bahwa wakil rakyat adalah wakil rakyat dan sampai kapanpun mereka harus terdiri dari orang2 yang merdeka mendengar dan menyaksikan kenyataan, selalu mengatakannya di ruang2 sidang menjadi tuntutan dan pertanyaan yang harus dijawab oleh kekuasaan.
Kamar legislatif lahir oleh kesadaran bahwa di sebelah sana ada eksekutif yang mengelola hampir 100% uang dan kekuasaan serta sumberdaya negara. Jika tidak ada wakil rakyat yang berdaulat maka korupsi dan kesewenangan akan lahir dan mengancam kehidupan bersama.
Sepanjang jalan orang2 mengeluhkan mahalnya biaya pemilu dan money politics yg merajalela di bawah. Hal ini karena Wakil Rakyat hanya datang sekali 5 tahun. Maka, rakyat mau ambil untung di depan saja, transaksi yg kasar. Bisakah partai politik mengakhiri lingkaran setan ini?
Mereka disebut wakil rakyat. Tentu harus kuat seperti yang diwakili. Sebab kalau mereka lemah untuk apa diseleksi melalui pemilu. Maka konstitusi pun memberi kekuatan termasuk kekebalan hukum dalam pelaksanaan tugas. Ini disebut hak imunitas. Kalau kita tanya rakyat, “mengapa anggota legislatif dipilih rakyat”, pasti jawabannya karena rakyat memerlukan Wakil untuk menyampaikan aspirasi: tentu rakyat ingin mereka kuat. Agar tugas dari rakyat mereka jalankan. Dan agar mereka berani menyatakan kebenaran.
Jangan biarkan Tamansari mati oleh kendali segelintir orang padahal mereka adalah wakil dari seluruh rakyat Jepara!
Seharusnya, apa yang bergejolak di tengah rakyat juga bergejolak di Tamansari. Apapun caranya, harus ada sambungan aspiratif. Inilah cara kerja fungsi representasi dalam demokrasi. Makanya mereka disebut “wakil rakyat”. Mereka tidak saja mewakili tapi harus nampak mewakili. Apakah kalian mengerti wahai pejabat dan wakil rakyat?
Oleh: Purnomo, Aktivis Penasehat Pengawasan Korupsi & Pungli. (PKP). Perwakilan Kabupaten Jepara.
(Rud)