Bangka Belitung, Kompas86.id
Pangkalpinang akan menjadi sorotan pada 27 November 2024, saat Pemilihan Wali Kota (Pilwako) yang untuk pertama kalinya hanya diikuti satu pasangan calon (paslon). Paslon tersebut adalah Maulan Aklil, akrab disapa Molen, dan wakilnya, Dokter Hakim.
Dalam konteks ini, mereka akan melawan pilihan “Kolom Kosong,” yang otomatis muncul karena tidak adanya paslon lain.
Hal ini mengubah lanskap politik dan memberikan tantangan baru bagi Molen-Hakim dalam mempertahankan kursi kepemimpinan.
Kolom Kosong: Suara Rakyat yang Terabaikan
Kolom Kosong tidak hanya sekadar pilihan; ia mencerminkan ketidakpuasan sebagian masyarakat terhadap politikus dan sistem yang ada.
Kehadiran relawan dan simpatisan Kolom Kosong menunjukkan adanya pergerakan yang menginginkan keadilan serta melawan kesombongan paslon tunggal.
Dalam situasi ini, Kolom Kosong menjadi simbol harapan bagi masyarakat yang merasa terpinggirkan oleh kebijakan dan tindakan politik yang dianggap tidak menguntungkan.
Dalam pemilihan sebelumnya, suara terbanyak bisa cukup untuk memenangkan posisi, meskipun tidak mencapai 50%.
Hal ini tercermin pada Pilwako 2018 ketika Molen terpilih dengan 38 ribu suara, yang setara dengan sekitar 30% dari total suara.
Namun, pada 2024, paslon tunggal Molen-Hakim harus mencapai suara 50% +1 untuk menang. Dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang mencapai 130 ribu, mereka perlu meraih setidaknya 65 ribu suara, sebuah tantangan yang tidak mudah.
Peluang Mohak: Tantangan dan Realita
Melihat tren survei terbaru, tantangan bagi Molen-Hakim menjadi semakin nyata. Survei yang dilakukan menjelang Pilwako menunjukkan bahwa elektabilitas Molen telah menurun dari angka tertinggi 48% pada bulan Mei lalu.
Keputusan untuk berpasangan dengan Dokter Hakim, yang elektabilitasnya tidak menunjukkan peningkatan, tampaknya tidak membawa efek positif.
Ini menjadi sinyal bahwa kehadiran mereka sebagai paslon tunggal bukan jaminan untuk menarik suara yang cukup.
Masyarakat yang dulunya solid mendukung Molen pada Pilwako 2018 kini terpecah. Banyak dari kalangan keluarganya sendiri tidak lagi memberikan dukungan, menunjukkan bahwa hubungan emosional yang sebelumnya kuat telah mengalami keretakan.
Perbedaan karakter antara istri Molen saat ini, Monica, dengan almarhumah istri pertamanya, juga menjadi faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat.
Dinamika Pendukung dan Loyalis
Saat ini, mesin politik yang sebelumnya kompak dan solid mulai menunjukkan retak. Di tahun 2018, dukungan dari partai politik dan relawan sangat kuat, mulai dari akar rumput hingga elit.
Namun, menjelang Pilwako 2024, banyak loyalis yang merasa dikhianati oleh tindakan Molen, yang dianggap tidak profesional dan serakah.
Beberapa di antara mereka bahkan merasa bahwa mereka diperlakukan tidak adil, dan banyak dari mereka telah mundur dari tim pemenangan.
Perilaku Molen dan keluarganya di media sosial juga telah menjadi sorotan.
Flexing yang ditunjukkan oleh istri dan anaknya bukan hanya menjadi bahan perbincangan di kalangan masyarakat Pangkalpinang, tetapi juga menyebar secara nasional.
Hal ini menciptakan kesan negatif yang sulit dihapuskan, terutama bagi mereka yang menganggap tindakan tersebut tidak sesuai dengan karakter pemimpin yang ideal.
Tantangan ke Depan
Menghadapi Pilwako 2024, Molen-Hakim harus menghadapi kenyataan bahwa mereka tidak hanya bersaing melawan Kolom Kosong, tetapi juga melawan ketidakpuasan masyarakat.
Kesalahan politik yang dilakukan selama masa jabatan Molen sebagai walikota mulai terkuak dan tidak bisa diabaikan.
Sebelumnya, ketika mencalonkan diri, Molen dianggap sebagai sosok yang “tanpa dosa,” namun kini segala tindakan yang dilakukan selama menjabat mulai dipertanyakan.
Dalam konteks ini, kolom kosong bukanlah pilihan yang sepele. Ia menjadi alat bagi masyarakat untuk mengekspresikan ketidakpuasan terhadap kepemimpinan yang ada.
Masyarakat yang cerdas tidak akan mudah terjebak dalam retorika politik, dan mereka akan memilih berdasarkan apa yang mereka anggap sebagai rekam jejak dan kinerja pemimpin.
Pilwako Pangkalpinang 2024 akan menjadi momen penting yang tidak hanya menentukan masa depan Molen dan Hakim, tetapi juga mencerminkan sikap masyarakat terhadap politik dan pemimpin mereka.
Dengan tantangan yang ada, Molen-Hakim harus berjuang keras untuk memperoleh dukungan yang dibutuhkan.
Dalam konteks ini, Kolom Kosong akan menjadi barometer dari seberapa baik masyarakat menilai kepemimpinan yang telah ada. Apakah Mohak mampu meraih 50% +1 suara, ataukah Kolom Kosong akan menjadi pemenang yang tidak terduga? Hanya waktu yang akan menjawab. (Redaksi/KBO Babel)
MB