Kuansing, Riau – Kompas86.ID – Salah satu ulama besar berasal dari Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau adalah Syeikh Muhammad Hadi.
Selama hidupnya, selain lama di Mekkah Madinah juga telah berpetualang dalam meraih ilmu agama Islam.
Hingga pada akhirnya, kembali ke kampung halamannya di Desa Sei Ala Kabupaten Kuantan Singingi. Di desa terpencil ini berjuang dan mengabdikan diri untuk masyarakat, mengajari banyak warga tentang agama Islam, ilmu Tauhid, Tasauf.
Hingga diketahui oleh masyarakat luas di Riau dan Sumatera Tengah. Tak heran akhirnya banyak orang datang berguru dan menggali pengetahuan dari sosok yang sangat sederhana ini. Syeikh Muhammad Hadi adalah Mukti Indragiri di Mekkah Madinah.
Berikut sejarah dan perjuangan Syeikh Muhammad Hadi selama hidupnya dari berbagai sumber :
Ulama Besar Tanah Air dari Kuantan Singingi_
—————–
*BANYAK* putra terbaik di tanah air yang menimbah dan memperdalam ilmu di Tanah Suci. Bahkan di antara mereka ada yang menjadi *GURU* di Tanah Suci tersebut.
Sebut saja dari Sumatra Barat ada Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Syekh Sulaiman ar-Rasuli, Syekh Jamil Jaho, Syekh Abdul Karim Amarullah dan anaknya: Buya Haji Abdul Malik Karim Amarullah yang lebih dikenal dengan nama *HAMKA*.
Dari Kalimatan Selatan ada Syekh Ali Junaidi Berau dan Syekh Awang Kenali Berau. Syekh Ahmad Dimyati (Banten), Syekh Abdullah Zawawi (Sumatra Selatan), Syekh Abdul Qodir Mandailing (Sumatra Utara), Syekh Umar as-Sumbawi (Nusa Tenggara Barat) dan Syekh Hasyim Asy’ari (Jawa Timur), dan lainnya.
—————–
*DARI* Riau tepatnya dari Kabupaten Kuantan Singingi ada nama *SYEKH H. MUHAMMAD HADI* gelar *ENGKU ANGIN.*
Ulama besar Tanah Air yang kharismarik itu lahir di _Desa Sungai Alah, Kecamatan Hulu Kuantan_, Kuantan Singingi, Riau tahun 1852.
Ketika berangkat ke Tanah Suci – Mekkah, Syekh Hadi atau Datuk Hadi sapaan akrab dalam keluarga besarnya membawa istrinya *MARYAM* dari Malaysia.
Di Tanah Suci itulah Syekh Hadi memperdalam ilmu agama kepada ulama terkenal di Mesjidil Haram di Mekkah dan Mesjidil Nabawi di Madinah kurun waktu 1925 s.d. 1939 atau selama 14 tahun.
Sebelumnya Syekh Hadi mempelajari ilmu agama kepada guru dan ulama terkenal dari pelbagai daerah.
Mulai dari Sumatera Barat, Indragiri hingga negara tetangga Malaysia yang waktu itu masih dibawah jajahan koloni Inggris.
Di Mekkah, Syekh Hadi lama belajar dengan banyak ulama dan menghadiri majelis ilmu ulama Hijaz yang terkemuka di Tanah Suci tersebut.
Tak hanya berguru dengan ulama yang berasal dari Tanah Suci, Syekh Hadi juga menambah ilmu kepada ulama tanah air yang menjadi guru di Tanah Suci tersebut.
Syekh Hadi juga belajar banyak mengikuti halaqah-halaqah ilmu di Masjid Nabawi, Madinah. Halaqah merupakan perkumpulan dua orang atau lebih yang membahas urusan-urusan keilmuan, khususnya ilmu agama.
Dalam halaqah, para jemaah duduk melingkar sehingga bisa saling berhadapan ketika berkomunikasi.
Dan, sebelum pulang dari Tanah Suci ke kampung halamannya di Kuantan Singingi Syekh Hadi mendapat gelar *MUFTI INDRAGIRI.*
Gelar itu diberikan karena selama di Tanah Suci, Syekh Hadi merupakan wakil *SYEKH INDRAGIRI* dalam membina jemaah haji *INDRAGIRI* dan *KAMPAR* di Makkatul Mukarramah.
Gelar tersebut diberikan Sultan Indragiri yaitu *SULTAN MAHMUD SHAH* yang berkedudukan di *RENGAT* juga karena ketinggian dan kecerdasan ilmu yang dimilikinya dalam bidang agama.
Selain Syekh Hadi, ulama yang mendapat gelar Mufti Indragiri di antaranya adalah *TUAN GURU SAPAT* mempunyai nama lengkap Syekh Abdurrahman Siddiq bin Muhammad Afif bin Mahmud bin Jamaluddin al-Banjari.
Tuan Guru Sapat dilahirkan di Kampung Dalam Pagar, Martapura, Kalimantan Selatan, pada tahun 1284 Hijriah atau tahun 1857 Masehi diangkat sebagai Mufti Indragiri pada 1327 H/1910 M hingga 1354 H atau 1935 M.
Tuan Guru Sapat yang terkenal luhur, tulus, dan ikhlas ini tutup usia pada 4 Sya’ban 1358 H atau 18 September 1939 M.
—————–
*DALAM* kesehariannya, Syekh Hadi dikenal selalu mengajak masyarakat untuk memeluk agama Islam di negeri Rantau Kuantan.
_Syech Hadi adalah sosok guru dan ulama yang tak kenal lelah memperjuangkan tumbuh kembang agama Islam._
_”Datuk merupakan seorang ulama yang sangat ramah, santun serta sederhana,”_ ungkap salah seorang cucunya Ir. Nariman Hadi, M.P yang saat ini bekerja sebagai Dosen di Universitas Islam Kuantan Singingi.
Dikatakannya, Syekh Hadi merupakan sosok yang dikenal sangat hafal Alquran dan ratusan hadist.
Peninggalannya berupa buku pegangan, baik tentang tasauf, tauhid, dan fiqih masih tersimpan rapi.
Bukunya masih bisa ditemukan di _Surau Tinggi di Desa Sungai Pinang_ *KOMUNITAS BACA* Pondok Pesantren *DARUNNAJAH* di kampung halamannya di Jl. Pendidikan Desa Sungai Alah, Kecamatan Hulu Kuantan kode pos 29544, dan Perpustakaan *MA’RIFAT MARDJANI* di Sekolah MAN 1 Kuantan Singingi di Telukkuantan.
Pondok Pesantren Darunnajah didirikan anaknya tunggalnya *FATIMAH HADI* tahun 2000. Pondok ini berada dibawah naungan yayasan *RIAU BULLETIN* yang didirikan menantu Syekh Hadi atau suami Fatimah Hadi, *BUYA MA’RIFAT MARDJANI.*
Yayasan ini bekerjasama dengan Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta mendirikan Pondok Darunnajah. Namun di sisi management dan administrasi Pondok ini berdiri sendiri dibawah management Yayasan Riau Bulletin.
Sampai saat ini Pondok ini masih berjalan dengan baik dengan fasilitas pendidikan mulai tingkat TK, Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah, dan MTs. Secara operasional kepala sekolah/ kepala madrasah ditunjuk oleh yayasan.
Sedangkan pengawasan dilakukan oleh anak- anaknya yang berada dalam kepengurusan yayasan.
Kini alumninya tersebar di berbagai daerah dengan jenis pekerjaan yang beragam.
—————–
*DARI* Pernikahannya dengan *Hj. MARYAM* lahirlah *SITI FATIMAH HADI* di Makkatul Mukaramah pada 15 Agustus 1927. Fatimah Hadi dikenal sebagai seorang pejuang kemerdekaan dan tokoh pendidikan di Riau.
Kemudian sang anak tunggal ini menikah dengan *BUYA MA’RIFAT MARDJANI* yang dikenal sebagai ulama, pejuang kemerdekaan, politisi Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islamiyah, _wartawan, tokoh pendiri Provinsi Riau, dan Perintis Universitas Riau._
“Saya bangga atas banyaknya ulama termasuk datuk kami Syekh Hadi yang berhasil menyebarkan dan mengajarkan agama Islam di daerah pada masa itu,” kata cucunya yang lain: *Dra. HAFNY MA’RIFAT M.Pd* yang juga Dosen Bahasa Inggeris di UIN Susqa, Pekanbaru.
Syekh Hadi meninggal dunia dalam usia 125 tahun pada 27 Maret 1977. Dimakamkan di pemakaman milik keluarga di _Desa Sungai Alah, Hulu Kuantan_.
Kini ada tiga tokoh penting tanah air asal Kuantan Singingi, Riau di makamkan di situ. Yakni Syekh Mohammad Hadi, Buya Ma’rifat Mardjani dan Fatimah Hadi.
Ketiga tokoh ini sebenarnya layak diperjuangkan menjadi *PAHLAWAN NASIONAL* dari Riau.
_Gajah mati meninggalkan gading._
_Harimau mati meninggalkan belang._
*_Manusia mati meninggalkan nama._*
Ketiga tokoh asal Kuantan Singingi itu selalu diingat atas jasa-jasanya meskipun mereka sudah lama meninggal dunia.
_Orang bijak mengatakan, nama baik itu lebih berharga daripada harta. Disaat orang meninggal dunia, nama baiklah yang dikenang._
*_Ketiga tokoh ini meninggalkan nama baik yang tetap dikenang sepanjang hayat._* (Rls)