Jepara Jateng-kompas86.id
Mencuatnya persoalan dugaan monopoli proyek pembangunan sarana dan prasarana infrastruktur di Jepara mendapat perhatian dari para jurnalis dan aktivis di Kabupaten Jepara.
Kata Purnomo seorang penasehat Aktifis Pengawas Korupsi dan Pungli (PKP) Kabupaten Jepara. Fenomena tersebut bukan hal baru dan kerap terjadi di setiap Pemerintah Daerah. Hal itu karena, terjadi kontrak politik pada saat pembahasan dan penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Modusnya, bisa dilakukan secara resmi atau setengah resmi. Misalnya, pembagian proyek biasanya setelah selesai pembahasan anggaran, sekaligus sebagai ucapan terima kasih eksekutif kepada legislatif yang mengesahkan anggarannya. Hal ini menjadi kebiasaan di banyak daerah.
“Yang paling sering dilakukan yaitu membagi-bagi proyek penunjukan langsung. Caranya? Pimpinan komisi di DPRD membagi jatah proyek kepada anggotanya,” katanya, selasa 14 maret 2023.
Modus lainnya, yakni oknum anggota DPRD bermain sendiri, ada denga keluarga misal anaknya, karena sejak awal mereka mengawal sebuah proyek hingga akhirnya proyek itu masuk jadi bagian yang diputuskan dalam APBD.
Pada saat itu pula oknum wakil rakyat menyiapkan rekanannya. Jika perlu, membengkakkan anggaran untuk memperoleh keuntungan lebih besar.
“Biasanya anggota DPRD memperoleh fee dari rekanan karena telah mengawal dan memuluskan rekanan itu mendapatkan proyek,”katanya
Modus terakhir, lanjutnya, oknum anggota DPRD punya perusahaan berupa CV atau PT sebelum menjadi anggota DPRD atau membuat perusahaan setelah menjadi anggota legislatif. Setelah dilantik, perusahaannya secara formal diserahkan orang lain, namun dia mengaturnya di balik layar.
“Semakin lincah anggota DPRD model ini,” katanya.
Untuk mencegah persoalan itu terjadi, ada beberapa hal yang bisa dilakukan, seperti membuat regulasi tegas melarang menggarap proyek yang dibiayai APBD oleh anggota DPRD.
“Bagaimana mungkin anggota DPRD dapat mengoptimalkan tugas dan wewenangnya jika mereka ikut melaksanakan proyek. Bisa dipastikan terjadi konflik kepentingan, yakni konflik antara tugas pejabat publik dan kepentingan pribadi, lalu DPRD itu duduk dikursi Dewan itu mewakili siapa,” katanya.
Kemudian, lanjutnya, partai politik harus mengawasi para kader yang menduduki jabatan anggota DPRD. Petinggi partai harus terus-menerus menekankan materi integritas itu kepada kader supaya tidak seperti saat ini.
“Kenyataannya justru partai-partai mendorong para kader untuk berburu dana dari APBD,” pungkasnya.
(Rud)