KUPANG NTT- FNK, terdakwa kasus persetubuhan anak di bawah umur melalui Penasehat Hukum Velinthia Latumahina, S.H., M.H., mengadukan Kapolres Sabu Raijua, Kasat Reskrim, dan empat anggota Polres Sabu Raijua ke Kapolda NTT.
Dilansir penatimor.com, Empat anggota Polres Sabu Raijua yaitu Aipda Sefrianto Bolla H. Nusa, Brigpol Danni A. Idin, Briptu Afni Elvita Mone, Bripda Ronal A. Rodrigues.
Surat pengaduan ke Kapolda NTT, dengan tembusan Irwasda Polda NTT dan Kabid Propam Polda NTT.
Pengaduan ini atas dugaan pelanggaran sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Dimana pelanggaran itu berhubungan dengan proses penyidikan dan pelimpahan berkas perkara, dalam perkara dengan nomor laporan polisi LP/55/Yan 2.5/V/2022/RES SARAI tanggal 09 Mei 2022.
Diketahui, terpidana FNK dilaporkan oleh DKL atas dugaan tindak pidana persetubuhan terhadap DKL.
“Kasus dugaan tindak pidana terjadi pada sekitar bulan Oktober 2021, yang mana pada saat itu FNK dan DKL belum genap berusia 18 tahun,” kata Velinthia kepada awak media di Kupang, Rabu (17/5/2023) siang.
Menurut Velinthia, meski saat dilaporkan, FNK telah berusia 18 tahun, namun sesuai Pasal 20 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, FNK harus diajukan ke sidang anak.
Oleh karena itu penyidikan, penuntutan, dan penjatuhan putusan terhadap FNK harus tunduk pada ketentuan UU Nomor 11 Tahun 2012.
Tetapi perkara FNK telah disidangkan dan diputus oleh Pengadilan Negeri Kupang dengan acara pemeriksaan anak.
Namun pada tanggal 17 Maret 2023 dengan Nomor Perkara 6/Pid. Sus-Anak/2023/PN.Kpg, FNK dan keluarga baru menyadari bahwa ada pelanggaran yang dilakukan penyidik dalam penyidikan dan pelimpahan berkas perkara pada saat keluarga melakukan upaya hukum banding.
Velinthia mengurai, pelanggaran itu antara lain;
1. Penyidik telah melakukan penangkapan dan penahanan terhadap Anak sehingga telah melanggar asas dalam UU Nomor 11 Tahun 2012 bahwa perampasan kemerdekaan dilakukan sebagai upaya terakhir;
2. Penyidik melakukan penahanan terhadap Anak selama 20 hari dan atas permintaan penyidik dilakukan perpanjangan penahanan oleh Kajari Sabu Raijua selama 40 hari;
3. Pada saat penangkapan Anak langsung diambil keterangannya tanpa didampingi penasehat hukum dan pembimbing kemasyarakatan;
4. Tanggal 27 Juli 2022 kembali melakukan pemeriksaan kepada Anak dengan hanya didampingi keluarga dan penasehat hukum yang ditunjuk, tanpa didampingi oleh Pembimbing Kemasyarakatan;
5. BAP dilimpahkan dengan ada tanda tangan dari Pembimbing Kemasyarakatan yang mendampingi saat BAP diambil, padahal Pembimbing Kemasyarakatan atas nama Hendrik Manubale baru tiba di Sabu Raijua pada tanggal 30 Juli 2022;
6. Penyidik dengan sengaja tidak melampirkan surat penahanan pada berkas perkara, sehingga penahanan terhadap Anak dianggap tidak pernah ada;
“Karena pihak keluarga tidak paham hukum, jadi pihak keluarga mengikuti saja apa kata polisi. Penasehat hukum juga kami pakai yang ditunjuk oleh polisi dan hakim,” beber Velinthia.
“Saat putusan kami dengar majelis hakim sebut bahwa anak kami tidak ditahan, padahal senyatanya dia ada ditahan selama 60 hari,” lanjut dia.
Velinthia menjelaskan, aturan hukum acara anak mengatur FNK hanya boleh ditahan oleh penyidik selama 7 hari dan dapat diperpanjang selama 8 hari.
Dalam hal jangka waktu tersebut telah berakhir maka anak harus dikeluarkan demi hukum.
Namun faktanya, FNK ditahan selama 20 hari dan diperpanjang selama 40 hari, dan hal ini sudah merupakan Tindakan penyalagunaan kewenangan dan pelanggaran kode etik berat, bahkan ada ancaman pidananya.
Dimana dalam Pasal 98 UU No 11 tahun 2012 menyebut penyidik yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun.
Harapannya, Kapolda, Kabidpropam, dan Irwasda dapat segera melalukan investigasi, dan dapat memberi sanksi kepada para pelanggar ini apabila terbukti bersalah termasuk diperiksa juga berkaitan dengan ancaman pidana yang sudah diatur oleh Undang-Undang.
“Terkait dengan perkara anak telah dilakukan upaya hukum. Anak didampingi oleh penasehat hukum dan pembimbing kemasyarakatan itu wajib hukumnya. Sehingga, meski sudah diputus bahwa anak bersalah, kami masih lakukan upaya hukum karena ada kesalahan prosedur pada saat penyidikan dan pelanggaran hak-hak anak,” tandas Velinthia.
Sementara itu, Kabid Propam Polda NTT, Kombes Pol. Dr. Dominicus Savio Yampormase, ketika dikonfirmasi awak media melalui layanan pesan WhatsApp, Rabu (17/5/2023), membenarkan adanya pengaduan tersebut.
“Kami baru terima surat dari pengacara, segera ditindaklanjuti,” ujar Kabid Propam Polda NTT (**Red**)