Kisah Asmardin Berampu, Petugas PPK Simpang Kiri Pertama Tahun 1999

oleh
Bagikan artikel ini

Subulussalam, kompas86.id – Diketahui bahwa Pemilu pertama pasca Orde Baru dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1999, tidak terkecuali di kota Subulussalam yang pada saat itu masih berstatus sebagai kecamatan Simpang Kiri.

Pada saat itu, Camat Kecamatan Simpang Kiri dipimpin oleh Rusdi Hasan, S.I.P., sementara itu, Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) adalah Drs. Maskur kemudian digantikan oleh Bahrin Manik, lantaran Drs. Maskur mendapat undangan pemutihan dari Kemenag untuk menjadi PNS.

Setelah proses pemungutan Suara Pemilu Legislatif saat itu dinyatakan selesai, maka tibalah saatnya untuk mengantarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara ke kantor Dewan Pemilihan Daerah (DPD) saat ini namanya Komisi Independen Pemilihan (KIP).

Kemudian, oleh PPK digelarlah rapat bersama Sekretaris PPK saat itu adalah Drs. Asmardin Berampu, S.Pd., bendahara oleh Muhsin, SH. dan kepala Sekretariat PPK Marumin Boang Manalu. Yang membahas tentang agenda mengantarkan hasil rekapitulasi atau Model DA (Data Akhir) Kecamatan Simpang Kiri Aceh Selatan (saat masa transisi pemekaran kabupaten Aceh Singkil).

“Hasil rapat tersebut, Saya sendiri lah yang ditugaskan untuk mengantarkan Model DA ke Kantor Bupati Aceh Selatan, saat itu situasi konflik sedang memanas, transportasi umum diboikot” Kata Drs. Asmardin Berampu, S.Pd menceritakan kisahnya. Senin (19/06/2023)

Anggota DPRD tingkat dua Kabupaten Aceh Selatan yang terpilih mewakili kecamatan Simpang Kiri pertama Waktu itu adalah H. Hasbi Payung, H. Gondo Pinem, H. Rasyid Jabat, H. Khalidin Jonjon, H. Ansari Idrus Sambo, Jamasa Cibro dan Amirtua Bancin.

Asmardin Berampu menceritakan bahwa, ia memasukkan dokumen DA kedalam sebuah karung goni dan berangkat menuju DPD di Tapaktuan Aceh Selatan menumpang mobil L300 pick up milik pemerintah, dikendarai oleh Asmardin, SH., (saat ini menjabat Sekretaris KIP Kota Subulussalam) dan Alm. Tadin, SH., yang saat itu hendak menjemput beras Bulog di Blang Pidie.

Sepulang dari Tapaktuan, kata Asmardin Berampu, ia menyewa satu unit mobil bus pengangkutan kota Tapaktuan (Batu Itam Transport) untuk mengantarkan dirinya pulang ko Simpang Kiri (saat ini Kota Subulussalam).

Namun, sesampainya di Gunung Kapur, mobil yang mereka tumpangi dicegat oleh Petugas TNI dan melarang mereka untuk melanjutkan perjalanan, lantaran situasi konflik TNI dan GAM saat itu sedang memanas.

Asmardin beserta beberapa penumpang lainnya kemudian dimasukkan ke dalam Mobil Reo milik TNI dan mobil Sewa yang merek tumpangi tadi disuruh putar balik arah ke Tapaktuan. Sedangkan Mobil Reo milik TNI itupun kemudian melaju ke Arah Simpang Kiri dengan pengawalan ketat, dan satu persatu penumpang diturunkan di lokasi tujuan, serta giliran Drs. Asmardin Berampu (tinggal sendirian) yang diturunkan di Kapa Sesak.

Tak lama kemudian, Drs. Asmardin Berampu bertemu dengan seseorang yang ia kenal bernama Udin, Asmardin Berampu pun meminta Udin untuk mengantarkannya ke Gelombang (salah satu wilayah yang sudah masuk dalam kecamatan Simpang kiri).

“Tanggal berapa saat itu saya lupa, tapi saya ingat waktu itu hari Rabu karena ada pekan (pasar) Gelombang. dari Gelombang menuju rumah saya di Depan Lapangan Beringin waktu itu, saya menumpang mobil barang merek kijang milik seseorang bernama Dahlan” Kata Asmardin Berampu.

Keesokan harinya, Drs. Asmardin Berampu kembali masuk kantor PPK, dan saat itu, ia disambut penuh haru oleh seluruh petugas PPK Simpang Kiri karena telah berhasil selamat sampai tujuan.

Begitulah kisah Drs. Asmardin Berampu, S.Pd sekretaris PPK Simpang Kiri pada Pemilu Pertama pasca Orde Baru Tahun 1999 yang ditugaskan untuk mengantarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara DPRD tingkat dua Kabupaten Aceh Selatan yang saat itu penuh dengan tantangan ditengah-tengah persiteruan antar partai politik dan situasi konflik Aceh yang sedang memanas.

Pewarta: Joni Bancin