KOMPAS86.ID – JAKARTA –
Senin, 9 September 2024, Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose untuk menyetujui 11 dari 12 permohonan penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif. Salah satu kasus yang diselesaikan adalah kasus pencurian melibatkan tersangka Nur Ikhwan alias Wawan dari Kejaksaan Negeri Poso, yang didakwa melanggar Pasal 362 KUHP tentang pencurian.
Kejadian ini berawal pada Jumat, 8 Maret 2024, ketika tersangka Nur Ikhwan mengetahui adanya mesin pemotong rumput di pondok kebun milik korban Dewi Chatriyani alias Mama Arka di Desa Tongko, Kecamatan Lage, Kabupaten Poso. Tersangka kemudian mencuri dua unit mesin pemotong rumput dan menyimpannya di pondok kosong milik Wahid. Keesokan harinya, tersangka menjual salah satu mesin kepada Supri seharga Rp600.000, tanpa izin dari korban. Akibat perbuatan tersebut, korban mengalami kerugian sebesar Rp2.500.000.
Kepala Kejaksaan Negeri Poso Imam Sutopo, S.H., M.H., beserta Kasi Pidum Muhammad Amin, S.H., dan Jaksa Fasilitator Fadly Ilham, S.H., menginisiasi penyelesaian kasus ini melalui keadilan restoratif. Dalam proses tersebut, tersangka mengakui kesalahannya, meminta maaf, dan korban menerima permintaan maaf tersebut sambil memohon agar proses hukum dihentikan.
Setelah kesepakatan perdamaian tercapai, Kepala Kejaksaan Negeri Poso mengajukan permohonan penghentian penuntutan ke Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah. Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah Dr. Bambang Hariyanto, S.H., M.Hum. setuju dengan permohonan tersebut, yang kemudian disetujui dalam ekspose JAM-Pidum pada tanggal 9 September 2024.
Selain kasus Nur Ikhwan, JAM-Pidum juga menyetujui penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif untuk 10 perkara lainnya, dengan rincian sebagai berikut:
1. Tersangka San Tolaki alias Papa Irfan (Kejaksaan Negeri Poso di Tentena) – Pasal 362 KUHP tentang pencurian.
2. Tersangka Eko bin Mastu Saputra (Kejaksaan Negeri Tapin) – Pasal 310 Ayat (4) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas.
3. Tersangka Dafid Febriyanto alias David bin Suciono (Kejaksaan Negeri Mempawah) – Pasal 44 Ayat (1) Jo. Pasal 5 huruf a UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
4. Tersangka Tri Wahyu Novaldi alias Aldi bin Zulfandi (Kejaksaan Negeri Indragiri Hilir) – Pasal 44 Ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2004 atau Pasal 335 Ayat (1) KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan.
5. Tersangka Satria Syarif bin Firman Edi (Kejaksaan Negeri Depok) – Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan atau Pasal 80 Ayat (1) Jo 76C UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
6. Tersangka Budiman alias Budi bin Agus Suprapto (Kejaksaan Negeri Karawang) – Pasal 480 ke-1 KUHP tentang penadahan.
7. Tersangka Indra Ukar Karyatna bin Ependi (Alm) (Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor) – Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan.
8. Tersangka Rona Arsiana binti Asep Dadang (Alm) (Kejaksaan Negeri Kabupaten Tasikmalaya) – Pasal 44 Ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2004 atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan.
9. Tersangka Irfan Failul Amri alias Irfan Ak Saifududin (Kejaksaan Negeri Sumbawa) – Pasal 362 KUHP tentang pencurian.
10. Tersangka Sebastian Pehan Hurit alias Bastian (Kejaksaan Negeri Flores Timur) – Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan.
Keputusan untuk penghentian penuntutan ini didasari oleh beberapa alasan, antara lain proses perdamaian yang telah dilakukan, tersangka yang belum pernah dihukum sebelumnya, serta komitmen tersangka untuk tidak mengulangi perbuatannya. Namun, permohonan penghentian penuntutan untuk tersangka Agus Susanto bin Abdullah dari Kejaksaan Negeri Indragiri Hilir ditolak, karena tindak pidana yang dilakukan bertentangan dengan nilai-nilai dasar keadilan restoratif.
JAM-Pidum menginstruksikan para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai peraturan yang berlaku sebagai wujud kepastian hukum.
(S. Bahri)