Proyek Pokir DPRD Kota Cirebon: Dari Janji Manis untuk Rakyat hingga Dugaan Kepentingan Pribadi

oleh
Bagikan artikel ini

KOTA CIREBON, kompas86.id – Pelaksanaan program Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) DPRD Kota Cirebon tengah menjadi perhatian publik. Hingga akhir Oktober 2024, anggota DPRD Kota Cirebon, M. Handarujati Kalamullah, MAP, menyampaikan bahwa hanya 47% kegiatan Pokir yang terealisasi melalui Dinas PUTR.

“Masyarakat kerap bertanya kepada kami kapan proyek infrastruktur di lingkungan mereka akan dimulai, mengingat proses survei dan pengukuran telah dilakukan,” ungkap Handarujati pada Senin, 4 November 2024, seperti dilaporkan Radar Cirebon.

Namun, di balik pernyataan tersebut, tersimpan sebuah ironi. Fakta di lapangan menunjukkan kesenjangan besar antara janji kepentingan rakyat dengan implementasinya. Alih-alih transparan, program ini justru diselimuti oleh berbagai dugaan kepentingan pribadi. Jumat, (27/12/2024).

Pokir merupakan sarana bagi anggota DPRD untuk menyampaikan usulan pembangunan berdasarkan aspirasi masyarakat di daerah pemilihan. Namun, program ini kerap menjadi “tambang emas” bagi segelintir pihak. Dengan alokasi maksimal Rp 1,5 miliar per anggota per tahun, muncul pertanyaan besar: siapa yang benar-benar diuntungkan?

Pada tahun 2023, Handarujati tercatat sebagai pengusul Pokir terbesar dengan nilai mencapai Rp 3,9 miliar nyaris dua kali lipat dari batas anggaran. Ironisnya, pengawasan terhadap pelanggaran semacam ini tampak tak berfungsi. Apakah ada yang sengaja menutup mata demi kepentingan tertentu?

Beberapa proyek yang telah dilaksanakan menjadi cerminan buruknya pelaksanaan, di antaranya:

1. Baperkam RW 06 Kelud Asih, Kelurahan Kecapi: Tembok bangunan mengalami keretakan hanya dalam enam bulan.
2. Baperkam RW 17, Kelurahan Kecapi: Kualitas pekerjaan yang buruk memicu keluhan warga.

Meskipun akhirnya diperbaiki usai sorotan media, hasil pengerjaan yang buruk tetap menunjukkan bahwa kepentingan rakyat seolah hanya dijadikan alat legitimasi politik.

Mengapa Kualitas Proyek Buruk?
Investigasi dari awak media bersama PWRI Kota Cirebon mengungkap adanya dugaan potongan anggaran sebelum dana sampai ke pihak pelaksana. Salah seorang kontraktor bahkan mengeluhkan, “Potongan terlalu besar, bagaimana mungkin kami bisa memberikan hasil maksimal jika anggaran yang tersisa sangat kecil?”

Pernyataan ini menguatkan dugaan bahwa keadilan untuk rakyat seringkali tergeser oleh kepentingan elit.

Siapa yang Bertanggung Jawab?
PWRI Kota Cirebon telah mengirimkan surat kepada Handarujati untuk meminta klarifikasi terkait beberapa proyek Pokir. Namun, RW penerima proyek justru menyebut pengusulnya adalah Imam Yahya, S.Fil., M.Si. Hingga kini, belum ada tanggapan resmi dari kedua pihak. Apakah sikap diam ini merupakan bentuk pengakuan?

Program Pokir, yang seharusnya menjadi solusi berbasis aspirasi masyarakat, kini justru menjadi tantangan besar. Lambatnya pelaksanaan dan buruknya kualitas hasil hanya mempertegas bahwa kepentingan rakyat kerap menjadi retorika kosong.

Langkah Ke Depan
Transparansi dan pengawasan harus menjadi prioritas utama. Namun, bisakah itu terwujud jika kepentingan politik terus mendominasi? DPRD Kota Cirebon dan instansi terkait harus segera melakukan evaluasi serius sebelum kepercayaan masyarakat benar-benar hilang.

Pertanyaan besar kini muncul: Apakah Pokir benar-benar menjadi sarana pemenuhan aspirasi rakyat, atau hanya menjadi alat permainan kepentingan pribadi yang meninggalkan luka di hati masyarakat?

Jika transparansi adalah solusi, mungkin inilah saatnya rakyat diberi akses untuk mengawasi langsung “rumah kaca” DPRD dan melihat apa yang sebenarnya terjadi di dalamnya.

(Dadang)