Muslichan Kabid Komunikasi Diskominfo Jepara: Budaya literasi Penting Untuk Menangkal Berita Hoax

oleh
Bagikan artikel ini

Jepara Jateng-Kompas86.id

Di tengah berkembangnya era teknologi informasi yang ada saat ini, begitu penting untuk memiliki budaya literasi. Membahas topik tersebut, hadir dalam dialog interaktif budayawan Udik Agus D.W., penulis Sunardi K.S., dan Kabid Komunikasi Diskominfo Jepara Muslichan sebagai narasumber.

Dengan tema “Menumbuhkan Budaya Literasi dalam Rangka Memerangi Hoax”, dialog dipandu oleh Kepala Diskominfo Jepara Arif Darmawan di LPPL Radio Kartini FM pada Jumat (2/12/2022).

 

Literasi secara sederhana adalah sebuah kemelekan. Menurut Udik, kita harus melek akan informasi yang ada saat ini. Hal tersebut agar kita tidak “digulung” dengan informasi.

“Berdasarkan survey di tahun 2016, terdapat sekitar 43 ribu situs mengaku sebagai portal berita, sedangkan yang terverifikasi pada saat itu hanya kisaran 300 situs”, kata Udik.

 

Peluang seseorang mendapatkan berita hoax cukup tinggi. Apabila terdapat informasi yang tidak benar disampaikan berulang-ulang akan dianggap menjadi sebuah kebenaran. Hal itulah yang membuat literasi begitu penting.

 

“Hoax memiliki tujuan utama menyesatkan, sedangkan opini memiliki tujuan untuk menjelaskan dari sudut pandang seseorang,” jelas Udik mengenai hoax secara sederhana.

 

Pada kesempatan ini, Sunardi menjelaskan perbedaan informasi yang ada saat ini dengan informasi di zaman dulu.

 

“Informasi yang ada saat ini jauh berbeda dengan informasi di zaman dulu,” kata Sunardi, “di zaman dulu, berita yang dicetak di koran sudah terverifikasi, sedangkan saat ini sangat banyak informasi yang bisa didapatkan dengan mudah melalui internet, tanpa diketahui kebenarannya.”

Melalui dialog interaktif di Radio Kartini FM Jepara, Muslichan menanggapi mengenai budaya literasi. Menurutnya budaya literasi adalah sebuah keharusan dan sangat penting untuk menangkal berita hoax.

“Hoax ini sangat berbahaya, bahkan bisa mengancam keberlangsungan sebuah bangsa,” kata Muslichan.

“Misalnya ketika hoax itu (dibagikan) bertubi-tubi secara masif dari berbagai sendi kehidupan berbangsa, terutama ketika menyerang ideologi,” tambahnya. Setidaknya sebagai pembaca sebuah informasi dapat membedakan berita yang benar dan berita yang tidak benar. (Rud)